Hujan terlalu pagi datang hari ini, belum sempat matahari ku keluar dari peraduannya. Pukul 05.00 wib, alarm ku pun berbunyi. Tak seperti biasanya hari ini belum ada sapaan pagi untukku. Ku tau mungkin di langitnya disana juga tercurah hujan, yang menimbulkan kedinginan yang sangat sehingga kembali hatinya tak beranjak dari sepotong kasur dengan selimut tebal yang hamper 2 bulan terakhir tidak dipakainya. Aku disini, sejak subuh tadi, berbaring-baring malas tanpa tahu apa yang harus ku lakukan. Haruskah aku tidur lagi, tapi tidur sesudah subuh, membuatku merasa menyesali pagi yang indah yang seharusnya ku nikmati. Tapi matahariku sepertinya malas pagi ini, tetap dalam sendunya pagi dan tertutup awan putih yang penuh kesenduan.
Ingin segera ku beranjak ke dapur dan menyeduh kopi Nescafe Cream kesukaanku, namun batang korek api yang biasaku gunakan basah, sepertinya semalam hujan begitu deras dan atap rumah yang memang sudah tua itu tak lagi mampu menahan derasnya air. Ada beberapa lobang kerapuhan yang memerah dan ditembusnya, sehingga terdapat beberapa genangan di dapur. Segera ku ambil kain pel dan me-lapnya. Lalu ku bawa korek api yang basah itu dank u angin-anginkan ditepi jendela. Ku segera berharap, matahariku muncul dengan kecerahan yang menghapus mimpi-mimpi burukku semalam.
Mimpi-mimpi itu kembali teringat. Mimpi tentang suatu kelupaan. Matahariku lupa untuk bersinar hari ini. Sepertinya itu menjadi kenyataan di pagi ini. Matahariku belum muncul juga, padahal di laptop Compaq-ku sudah menunjukkan pukul 8:35.
Kemana dirimu matahariku. Lupakah akan hari ini, hari dimana kau muncul dalam hidupku dan selalu menyinariku. Akan ku tunggu sampai kau kembali muncul.
Sepertinya korek api itu mulai mongering, mungkin sudah bisa menyala. Aku akan beranjak ke dapur sebentar. Akan ku seduh kopi 2 cangkir. Berharap saat aku selesai menyeduhnya matahariku muncul dan kami bisa menikmatinya bersama.
Pagi sudah menunjukkan pukul 10.00 WIB. Ku beranjak dari tepi jendela, setelah sejaman terakhir duduk menghabiskan secangkir kopi sambil memandangi kopi yang secangkir lagi masih penuh dan mulai dingin.
Pagi sudah menunjukkan pukul 10.00 WIB. Ku beranjak dari tepi jendela, setelah sejaman terakhir duduk menghabiskan secangkir kopi sambil memandangi kopi yang secangkir lagi masih penuh dan mulai dingin.
“sudahlah… mungkin memang lagi malas saja”, pikirku. Aku segera beranjak ke tempat cucian. Mulai mengaduk-ngaduk cucian menggosok dan membilasnya. Sejenak kesibukanku seperti main-main air saja, maklum cucian tidak terlalu banyak. Setelah selesai, segera ku hamparkan di tali jemuran, walaupun waktu itu masih saja gerimis-gerimis kecil, berharap nanti matahariku muncul.
Siang ini, sedikit cahanya mulai tampak. Tau kah kau matahariku, senyumku langsung merekah. Hari ini tak sia-sia cucianku ku hamparkan, namun kopinya sudah dingin. Ku harap kamu mau menungguku untuk mempersiapkan makan siang kita. Tapi belum aku menyelesaikan masakanku, kamu kembali hilang. Hujan kembali turun. Tahukah kamu aku menangis sendiri menghabiskan sedikit makan siangku. Aku masih menyisakannya di bawah tudung saji untuk makan malam kita.
Sabtu, 16 April 2011, aku ingin sesuatu membahagiakanku. Sudah pukul 20.00 Wib. Aku baru saja sampai dirumah setelah beraktivitas di organisasi kampus yang ku ikuti 2 tahun belakangan ini. Aku berharap, matahariku sampai di rumah lebih dulu dan menungguku. Tapi saat langkahku tiba di pintu rumah, rumah masih saja terkunci seperti saat ku tinggalkan setelah makan siang tadi. Ku buka kunci, segera ku benahi diri, harapanku kamu akan muncul setelah aku rapi.
Dan harapan ku terkabul, setelah tadi sedikit cahayamu di siang hari lalu kemudian hilang, kamu datang malam ini dengan sedikit kabar, namun itu sangat menggembirakanku. Tentu saja, sangat menggembirakan bagi orang yang kehilangan sepertiku. Segera ku persilakan matahariku duduk dan ku hidangkan makan malam kami.
“Selamat malam matahariku… “ tegurku sambil ku hidangkan makan malam itu.
“selamat malam bulan, kamu tampak cantik malam ini.. “, sambutmu hangat kepadaku.
Aku tahu kamu ingin selalu senyum untukku. Tapi apa kamu tak merasakan hatiku. Telah kucoba untuk membuatmu mengerti aku, tapi sepertinya kamu malam ini sangat lelah. Aku pun lelah, seharian aku di luar sana, menyibukkan diri untuk mengeringkan air mata kesedihanku, kesedihan merindukan matahariku. Tapi melihat senyummu mala mini, cukup untukku.
“ Matahariku.. istirahat lagi ya.. “, sambil ku senyum.
“iya sayang,,, aku istirahat ya.. nanti kalau smsmu ngak ku balas, berarti aku tertidur ya” tulismu di SMS yang ku baca di hapeku.
Hari ini kamu sungguh jauh sayang. Kamu matahariku. Aku membayangkan menyeduh kopi untukmu, menyiapkan makan siangmu, berhadapan makan malam denganmu. Sungguh ku merasakan itu. Tapi apakah kamu di sana juga merasakannya. Aku berharap, cukup 16 April 2011 ini saja kamu seperti ini, tak bersinar di duniaku. Semoga enam belas- enam belas berikutnya kamu bersinar di duniaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar