Kenapa harus jujur..
Melangkah tanpa beban atau hidup tanpa dosa. Saat ini langkah ku tertahan disudut bangunan tua yang telah berapa tahun ditinggalkan, mungkin sebentar lagi bangunan itu lapuk dimakan rayap. Ataukah masih kokoh karena tuahnya. Kini aku kembali terpaut dengan pikiran masa lampau. Saat ku harus tegar dengan keadaan.
Baru saja aku melangkah meninggalkan bangunan yang dikenal masyarakat minangkabau sebagai rumah gadang itu, tiba-tiba....”greek”...seperti pintu dibuka...ternyata rumah itu ada yang menempati. Tidak ada rasa takut menghinggapi. Seorang wanita tua, yang dengan ketuaannya mencoba turun dari tangga yang berjumlah 11 anak tangga itu.
“naiak lah nak..” sapanya ramah
Ku coba membantunya naik kembali. Dia mempersilahkan ku masuk menginjakkan kaki diatas kemegahan yag masih terjaga di rumah gadang tersebut. Takjub, dibalik kerapuhan yang terlihat diluar, ternyata di dalamnya terdapat berbagai macam pusaka. Hujan telah mempertemukan kami.
Putar balik keadaan..
Perjalananku untuk mengumpulkan data-data penelitian di jorong yang terletak dibawah kaki gunung Merapi....tiba-tiba hujan turun, dan aku menepi, merapatkan tubuh ke dinding anyaman bambu sebuah rumah gadang.
“uwak Rakinah,”katanya senyum memperkenalkan diri. Dengan ketuaaannya, dia masih menyimpan keramahan minangkabau yang sangat diagungkan.
“Indriwati, wak”, aku menyambut uluran tangannya yang sudah keriput, namun terlihat jelas ketegarannya. Sambil menunggu hujan reda, beliau mempersilahkanku mencicipi ubi rebus dari kebun dibelakang rumahnya, ditemani segelas teh manis yang hangat. Teh ini tidak hanya manis karena gulanya, tapi karena cerita yang aku dapatkan dan itu membuatku sadar akan kejujuran “hati” tentunya.
Nenek rakinah sekarang sudah berumur 78 tahun, ukuran umur yang sudah cukup tua untuk ukuran Indonesia. Dibaik gerak-geriknya yang masih terlihat kokoh, beliau memiliki masa lalu yang menurutku tidak jauh beda dengan kisahku.
Nenek rakinah dibesarkan dari keluarga yang memegang erat adat istiadat minangkabau, memiliki bapak yang bergelar DT.Rajo Ameh dan mamak Dt. Bapayuang Ameh, gelar yang sangat dihormati dan terpandang.
Menginjak dewasa, rakinah tumbuh menjadi gadis yang manis dan cantik. Menjadi bunga desa dan banyak pengagum rahasia. Namun zaman saat itu membuat rakinah hidup dalam tatanan adat yang menuntut perempuan selalu di rumah. Namun masih tetap boleh bersekolah.
Bersekolah membuatnya sedikit lega, bisa mengenal banyak pergaulan. Di sanalah dia bertemu Adit. Adit adalah laki-laki keturunan minangkabau tapi telah lama merantau di ibukota, dan kembali kekampung setelah berumur 20 tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar